SALAT ISTIKHARAH
BAB I
A.
Latar Belakang
Tidak dapat
dipungkiri, bahwa agama islam memiliki misi dakwah yang sangat tinggi, yaitu
dengan tujuan tercapainya rahmatal lil ‘alamin. Islam merupakan agama
yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada ummatnya,
dan supaya dipahami serta di jalankan dengan kaffah. Ajaran Islam member
petunjuk kepada orang-orang yang taqwa ( hudan li al-Muttaqin), member
petunjuk kepada seluruh umat manusia ( hudan li al-Nas), dan memberi
rahmat untuk seluruh alam semesta ( rahmatan li Alamin).
Bila disikapi
secara seksama, ketiga misi ini arahnya ditujukan kepada umat Islam ( Muttaqi
), lantas sekupnya diperluas kepada seluruh umat manusia, umat Islam maupun di
luar Islam (al-Nas), dan pada arah misi yang cukupannya menjadi sangat
luas yaitu mencakup seluruh alam semesta (al-Alamin). Demikian juga,
tujuan dari misi Islam mencakup tiga level, yaitu mebangun peradaban pada level
orang-orang bertaqwa, selanjutnya membangun peradaban untuk seluruh lapisan
umat manusia, dan yang terakhir membangun peradaban untuk alam semesta.
Setiap umat Islam
telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai khalifah Allah di muka bumi ini, dan
setiap kita memiliki tanggungjawab untuk selalu menyampaikan setiap ajaran itu
sebagaimana diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. ini berarti setiap umat
Islam berkewajiban untuk melaksanakan ajaranNya, dengan cara melaksanakan
ibadah mahdloh maupun goiru mahdloh.
Untuk mewujudkan
tugas yang sangat mulya itu, tentunya setiap kita, harus mencari cara yang
tepat guna mengaktualisasikan nilai-nilai Islam yang luhur, sehingga dapat
diterima pada setiap level masyarakat dan sesuai dengan setiap situasi dan
kondisi yang ada. Dalam kondisi seperti inilah, peran Perguruan Tinggi Islam,
termasuk Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, menjadi sangat
strategis. Para ulama, intelektual, dan saintis STAIN Kudus tentunya tidak
hanya cukup menyondorkan konsep Islam saja, tetapi dituntut membangun
metodologi serta epistemology yang kokoh, dan mengembangkan teknik-teknik
beragama yang mudah diaplikasikan, sehingga mampu menawarkan Isalam praktis
ditengah-tengah Civitas Akademik STAIN Kudus khususnya dan masyarakat pada
umunya.
Pelatihan
ibadah seabagaimana dimaksud STAIN Kudus pada dasarnya bertujuan untuk melatih
mahasiswa agar mampu memahami dan mepraktekkan ajaran agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari baik untuk dirinya sendiri maupun lingkungannya.
Pelatihan ini juga diharapkan mampu membngun budaya dikalangan mahasiswa yang
tidak hanya mampu mengetahui dan memahami ajaran Islam, tetapi juga mereka
merasa butuh untuk mengamalkan ajaran tersebut.
B.
Pengertian Pelatihan Ibadah
Pelatihan
Ibadah merupakan suatu program akademik yang termuat dalam kurikulum Jurusan
Dakwah Prodi Bimbingan dan Konseling Islam (BPI) yang harus ditempuh oleh
seluruh mahasiswa STAIN Kudus.
Pelatihan
ibadah ini pada hakikatnya merupakan implementasi dari beberapa mata kuliah
yang telah dan/atau sedang dipelajari oleh masing-masing praktikan.
C.
Tujuan Pelatihan Ibadah
Pelatihan
Ibadah bertujuan untuk membentuk perilaku keberagamaan mahasiswa agar sesuai
dengan tuntunan agama Islam. Disamping itu, dari praktek ini juga diharapkan
kan terbentuk kebiasaan dari setiap praktikan untuk melaksanakan ajaran agama
Islam.
D.
Sifat Kegiatan Pelatihan Ibadah
1. Pelatihan ibadah pada
dasarnya merupakan salah satu kegiatan praktikum yang harus dilalui oleh setiap
mahasiswa;
2. Pelatihan ibadah
merupakan aktualisasi dan implementasi dari pengetahuan teoritik yang telah
dipelajari mahasiswa sebelumnya, dan
3. Pelatihan ibadah pada
dasarnya merupakan kegiatan praktek yang wajib ditempuh oleh seluruh mahasiswa
dan kelulusannya menjadi prasyarat untuk mengikuti PPL, KKN, dan Munaqosah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Salat Istikharah
Definisi
salat istikharah. Istikharah berasal dari kata al-Khair yang bermakna
sesuatu yang terbaik. Salat Istikharah ialah salat sunah dua rakaat untuk memohon
pertolongan dari Allah SWT. Untuk menunjukkan pilihan yang terbaik di antara
dua hal yang belum dapat ditentukan baik buruknya oleh manusia. Karena
terkadang apa yang menurut pandangan manusia itu baik, belum tentu menurut
Allah baik juga, demikian sebaliknya.
Salat
Istikharah kita jalankan untuk mencari petunjuk dari Allah, dengan diberi
tanda-tanda atau alamat atau pun isyarat. Alhasil, salat Istikharah berarti salat
yang dilaksanakan untuk memohon petunjuk kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam
rangka memilih pilihan yang terbaik. Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala urusan manusia. Sementara kita sebagai hamba
Allah diwajibkan berusaha, Allah-lah yang menentukannya. Di dalam hidup dan
kehidupan ini masing-masing manusia bermacam-macam pola ragam perihal dan
keadaannya.
Salat Istikharah dapat dimaksudkan mencari
kebaikan, artinya jika kita mempunyai hajat dan bercita-cita akan mengerjakan
sesuatu atau dalam keadaan dilema, maka untuk memutuskan salah satu dari dua
hal, disunahkan salat Istikharah dua rakaat. Seperti dalam hadis Nabi sebagai berikut :
Dari
Jabir bin Abdillah radiallahu anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا
يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ
بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْاللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ
وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ
تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي
وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ
لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا
الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي
عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي
الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ
Artinya : “Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam mengajari
kami istikharah dalam setiap urusan yan kami hadapi sebagaimana beliau
mengajarkan kami suatu surah dari Al-Quran. Beliau sallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Jika seorang dari kalian menghadapi masalah maka ruku’lah (salat)
dua rakaat yang bukan salat wajib kemudian berdoalah: (Ya Allah aku
memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmuMu dan memohon kemampuan dengan
kekuasaan-Mu dan aku memohon karunia-Mu yang Agung. Karena Engkau Maha Mampu
sedang aku tidak mampu, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui,
Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah bila Engkau
mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan
kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa
nanti- maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah kemudian berikanlah berkah
padanya. Namun sebaliknya ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini
buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini atau beliau
bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti,
maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya. Dan
tetapkanlah buatku urusan yang baik saja dimanapun adanya kemudian jadikanlah
aku ridha dengan ketetapan-Mu itu”. Beliau
bersabda: “Dia sebutkan urusan yang sedang diminta pilihannya itu”. (HR. Al-Bukhari)[1].
Cara
menyebutkan urusannya misalnya: Ya Allah, jika engkau mengetahui bahwa safar ini
atau pernikahan ini atau usaha ini atau mobil ini baik bagiku …, dan seterusnya. Penjelasan ringkas:
Sesungguhnya
manusia adalah makhluk yang sangat lemah, mereka sangat membutuhkan bantuan
dari Allah Ta’ala dalam semua urusan mereka. Hal itu karena dia tidak
mengetahui hal yang gaib sehingga dia tidak bisa mengetahui mana amalan yang
akan mendatangkan kebaikan dan mana yang akan mendatangkan kejelekan bagi dirinya.
Karenanya, terkadang seseorang hendak mengerjakan suatu perkara dalam keadaan
dia tidak mengetahui akibat yang akan lahir dari perkara tersebut atau hasilnya
mungkin akan meleset dari perkiraannya.
Oleh
karena itulah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam mensyariatkan adanya
istikharah, yaitu permintaan kepada Allah agar Dia berkenan memberikan hidayah
kepadanya menuju kepada kebaikan. Yang mana doa istikharah ini dipanjatkan
kepada Allah setelah dia mengerjakan salat sunah dua rakaat. Allah Ta’ala
berfirman dalam Surat al- Qasos Ayat 68-70 :
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ
مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
(٦٨)
وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ
وَمَا يُعْلِنُونَ (٦٩)
وَهُوَ اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ لَهُ
الْحَمْدُ فِي الأولَى وَالآخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (٧٠)
Artinya
: 68. dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.
sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari
apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). 69. dan Tuhanmu mengetahui apa yang
disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. 70. dan Dialah
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala
puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan[2].
B. Tujuan Salat
Istikharah
Tujuannya
adalah untuk mendapatkan petunjuk dari Allah SWT dalam menentukan pilihan hidup
baik yang terdiri dari dua hal/perkara maupun lebih dari dua. Hasil dari
petunjuk Allah SWT akan menghilangkan kebimbangan dan kekecewaan di kemudian
hari. Setiap kegagalan akan memberikan pelajaran dan pengalaman yang kelak akan
berguna di masa yang akan datang. Contoh kasus penentuan pilihan :
1.
Memilih
jodoh suami/istri.
2.
Memilih
pekerjaan.
3.
Memutuskan
suatu perkara.
4.
Memilih
tempat tinggal, dan lain sebagainya
Dalam
melakukan salat istikharah sebaiknya juga melakukan, puasa sunah, sedekah,
dzikir, dan amalan baik lainnya[3].
C.
Waktu Shalat Istikharah
Pada dasarnya
salat istikharah dapat dilaksanakan kapan saja namun dianjurkan pada waktu
sepertiga malam terakhir. Salat Istikharah itu tidak
mempunyai waktu tertentu, akan tetapi salat istikharah itu seperti salat
Tahajud dan salat Hajat, maka waktunya tepat atau lebih utama bila dikerjakan
malam hari yang sunyi agar selekasnya Allah mengabulkan apa yang diharapkannya
dan memberi petunjuk tentang sesuatu persoalan yang rumit. Salat Istikharah
hukumnya sunah muakad bagi orang yang sedang menginginkan petunjuk itu, maka
akan mendapatkan pilihannya.
Dan
ada baiknya setelah selesai salat istikharah dengan sempurna kemudian membaca
doa istikharah dan sesudah berdoa hendaklah memilih dalam hati mana yang
cenderung dalam hati di antara dua hal itu. Karena itu, kita harus benar-benar
mempercayai kehendak Allah yang akan ditetapkan-Nya, sehingga dengan demikian
terlepaslah kita dari usaha atau pilihan dirinya pribadi. Namun, waktu yang
paling utama adalah sepertiga malam yang akhir karena ada hadits yang
mengatakan waktu tersebut sebagai waktu mustajab untuk berdoa. Hadits riwayat
Bukhari dan Muslim sebagai berikut:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ينزل
ربنا تبارك وتعالى كل ليلة إلى السماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الآخر يقول: من
يدعوني فأستجيب له؟ من يسألني فأعطيه؟ من يستغفرني فأغفر له ؟
Arti
kesimpulan: Allah akan memenuhi doa, permintaan dan permohonan ampun yang
dilakukan pada sepertiga malam yang akhir.[4]
D. Tata Cara
Melaksanakan Salat Istikharah
Syarat salat
sunah istikharah sama dengan salat yang lain yakni:
1.
Pelaku harus dalam keadaan suci dari hadats
kecil dan besar
2.
Pakaian salat harus suci
NIAT SALAT ISTIKHARAH
Niat untuk salat istikharah.
Niat untuk salat istikharah.
أصلي سنة الإستخارة
ركعتين لله تعالي
Artinya: Saya niat salat sunah istikharah dua raka'at karena Allah.
Artinya: Saya niat salat sunah istikharah dua raka'at karena Allah.
BACAAN WAKTU SALAT ISTIKHARAH
1. Rakaat pertama: membaca surat Al-Fatihah dan Surah Al-Kafirun
1. Rakaat pertama: membaca surat Al-Fatihah dan Surah Al-Kafirun
(قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ)
2. Rakaat kedua: membaca surat Al-Fatihah dan Surat Al-Ikhlas
DOA SALAT
ISTIKHARAH
Setelah selesai salat, tiba waktunya berdoa. Tata cara berdoa yang ideal sebagai berikut:
1. Membaca hamdalah dan selawat ibrahimiyah.
Setelah selesai salat, tiba waktunya berdoa. Tata cara berdoa yang ideal sebagai berikut:
1. Membaca hamdalah dan selawat ibrahimiyah.
الحمد لله رب
العالمين. حمدا يوافي نعمه ويكافئ مزيده. يا ربنا لك الحمد كما ينبغى لجلال وجهك
الكريم وعظيم سلطانك اَللَّهُمَّ صَلِّ
عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ و بَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى
آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ في العالمين إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ
2. Dilanjutkan dengan membaca doa khusus untuk
istikharah:
اللَّهُمَّ إنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ , وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ , وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلا أَقْدِرُ , وَتَعْلَمُ وَلا أَعْلَمُ , وَأَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ , اللَّهُمَّ إنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ (sebutkan keperluan) خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ : عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ , فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ , اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ )sebutkan keperluan Anda( شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ : عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ , فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ ارْضِنِي بِهِ )sebutkan keperluan Anda(
3. Tutup doa di atas dengan bacaan slaewat
ibrahimiyah seperti di atas, yaitu:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ و بَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ في العالمين إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ
Catatan: tentu saja Anda dapat berdoa dengan
bahasa sendiri.
YANG DILAKUKAN SETELAH SALAT ISTIKHARAH
YANG DILAKUKAN SETELAH SALAT ISTIKHARAH
Setelah salat istikharah dan doa selesai
hendaknya seseorang melakukan apa yang sesuai kelapangan hatinya. Imam An-Nawawi
mengatakan
إذا استخار مضى لما
شرح له صدره
Artinya:
Jika seseorang melakukan istikharah, maka lanjutkanlah apa yang menjadi
kelapangan hatinya.
Ibnu Hajar
dalam Fathul Bari Syarhul Bukhari mengatakan:
واختلف فيما
يفعل المستخير بعد الاستخارة، فقال ابن عبد السلام: يفعل ما اتفق، ويستدل له بقوله
في بعض طرق حديث ابن مسعود وفي آخره: ثم يعزم، وقال النووي في الأذكار: يفعل بعد
الاستخارة ما يشرح به صدره، ويستدل له بحديث أنس عند ابن السني: إذا هممت فاستخر
ربك سبعا، ثم انظر إلى الذي يسبق في قلبك، فإن الخير فيه، وهذا لو ثبت لكان هو
المعتمد، لكن سنده واه جدا، والمعتمد أنه لا يفعل ما ينشرح به صدره مما كان فيه
هوى قبل الاستخارة، وإلى ذلك الإشارة بقوله في آخر حديث أبي سعيد: ولا حول ولا قوة
إلا بالله
Arti kesimpulan: Setelah istikharah
berpeganglah pada pilihan yang Anda merasa mantap tanpa didasari hawa nafsu.
Mimpi Setelah Salat Istikharah
Sudah menjadi tradisi di Indonesia, bahwa
penentuan keputusan akhir dari hasil istikharah adalah melalui mimpi. Jadi,
shalat dan doa istikharah dilakukan, pelakunya kemudian tidur. Hasil mimpi
setelahnya akan dianggap sebagai “keputusan final”.
Pandangan dan kebiasaan ini kurang tepat dan
tidak ada dasar hadis maupun pendapat ulama’ salaf. Sebenarnya tidak masalah
mengandalkan mimpi istikharah kalau mimpinya ternyata kebetulan baik. Yang
menjadi soal kalau ternyata mimpinya itu justru mengarah pada hal-hal yang
negatife atau tidak membawa maslahat. Apalagi, mimpi tidak lepas dari 3
kemungkinan dari Allah, dari setan, dan dari diri sendiri. Tidak ada jaminan
mimpi yang dating setelah shalat istikharah adalah mimpi dari Allah.
Seperti disebut di atas berdasarkan hadis dan
pendapat ulama’ salaf, keputusan final setelah salat istikharah hendaknya
dilakukan dengan kelapangan hati dan pandangan analisa yang tulus. Dua hal ini
hanya dapat dilakukan pada saat bangun. Bukan saat sedang tidur, wallahu a’lam[5].
E. Manfaat Salat Istikharah
Di samping untuk lebih mendekatkan
diri lagi kepada Allah SWT sebagai rasa taqarrub kepada-Nya, salat sunah Istikharah juga
bermanfaat untuk membebaskan diri rasa keragu-raguan dan kebingungan dalam
menentukan sebuah pilihan yang paling baik dan paling bagus, baik menurut
pandangan hukum maupun agama, agar tidak kecewa atau menyesal di kemudian hari.
BAB III
PENUTUP
Ø Kesimpulan
1. Salat Istikharah ialah salat sunah dua rakaat untuk
memohon pertolongan dari Allah SWT.
2. Tujuan salat istikharah adalah
untuk mendapatkan petunjuk dari Allah SWT dalam menentukan pilihan hidup baik
yang terdiri dari dua hal/perkara maupun lebih dari dua.
3. Waktu salat istikharah pada dasarnya dapat
dilaksanakan kapan saja namun dianjurkan pada waktu sepertiga malam terakhir.
4. Tata Cara Melaksanakan Salat
Istikharah.
Ø Adapun syarat-syaratnya ialah : pelaku harus dalam keadaan suci dari hadats kecil dan
besar, pakaian salat harus suci, tempat shalat harus suci. Jumlah rakaat dalam
salat istikharah adalah 2 rakaat.
Ø Dan cara pelaksanaannya :
a. Niat
b. Rakaat pertama: membaca surat Al-Fatihah dan Surah
Al-Kafirun
c. Rakaat kedua:
membaca surat Al-Fatihah dan Surat Al-Ikhlas
5. Manfaat salat istikharah di samping untuk lebih
mendekatkan diri lagi kepada Allah SWT, shalat sunnat Istikharah juga bermanfaat untuk
membebaskan diri rasa keragu-raguan dan kebingungan dalam menentukan sebuah
pilihan yang paling baik dan paling bagus, baik menurut pandangan hukum maupun
agama, agar tidak kecewa atau menyesal di kemudian hari.
Ø Saran
Adapun saran yang dapat diberikan kepada pembaca dan
penulis mengenai hasil Laporan ini adalah :
1. Diharapkan Penulisan makalah ini dapat dikembangkan
sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin maju.
2. Diharapkan hasil penulisan Laporan ini dapat dijadikan
sebagai bahan bacaan dan Ilmu Pengetahuan bagi Penulis dan Pembaca.
Daftar Pustaka
Abu Umar
Abdullah Al Hammadi, Menyingkap Rahasia Di Balik Shalat Istikharah, penerbit: Pustaka Ar
Rayyan, Solo, 2006.
Al-Qur’an, Terjemah.
Drs. Moh.
Rifa'i, Kumpulan Salat-Salat Sunnat, CV Toha Putra, Semarang, 1993.
Hadits Sahih Riwayat Bukhari no. 6841.
Labib MZ, Pedoman &
Bimbingan Shalat Sunnat Lengkap,
Terbit Terang, Surabaya, 1999.
[3] Abu Umar Abdullah Al Hammadi, Menyingkap Rahasia Di Balik Shalat Istikharah, penerbit: Pustaka Ar
Rayyan, Solo, 2006, Hlm.
37-41